Anggaran untuk merevitalisasi 15 desa adat periode 2014 sudah cair dan dalam penyaluran. Desa adat itu meliputi 7 desa di Bali, 4 desa di Nusa Tenggara Timur, 1 desa di Nusa Tenggara Barat, 1 desa di Kapuas Hulu, dan 2 desa di Jawa Barat.
Dana revitalisasi itu merupakan dana bantuan sosial dari Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setiap desa adat menerima bansos Rp 430 juta hingga Rp 500 juta.
”Jumlahnya tidak banyak, tetapi cukup dan sesuai kebutuhan. Rumah adat di desa-desa itu tidak butuh renovasi menyeluruh. Jadi, sifatnya perbaikan dan pemeliharaan,” kata Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan
Dana bansos selanjutnya disalurkan kepada komunitas adat di desa bersangkutan. Di Bali, dana diberikan kepada Komunitas Desa Pekraman Sekaan (Kabupaten Bangli), Komunitas Desa Pekraman Bukian (Kabupaten Gianyar), dan Komunitas Desa Pekraman Banjarangkan (Kabupaten Klungkung).
Dua desa di Jabar meliputi Kampung Dukuh Ciroyom, Cikelet, Garut, dan Desa Panjalu, Kabupaten Ciamis. Penerima bansos dari NTT, antara lain, Komunitas Pelestari Kampung Adat Priangu Lewa Paku, Kabupaten Sumba Timur, dan Komunitas Kampung Adat Manola, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Kacung mengatakan, desa adat sebagai warisan budaya masih ada, hidup, dan aktif hingga kini. Kekayaan budaya Indonesia itu dilestarikan sebagai upaya mempertahankan identitas budaya dan membangun kesadaran keberagaman budaya.
Direktur Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Sri Hartini menerangkan, desa adat ditandai dengan sekelompok orang di wilayah tertentu yang memiliki sistem aktivitas ekonomi, seragam, dan ada keterikatan genealogis. Desa adat juga memiliki prinsip hidup dan pola interaksi berkelanjutan dalam aktivitas sehari-hari. ”Desa-desa adat ini banyak sekali dan hidup di Indonesia,” ujar Sri.
Kacung mendata desa dan rumah adat setiap tahun agar bansos tepat sasaran. ”Revitalisasi desa adat dilakukan sejak tahun lalu. Terdapat sembilan desa adat tahun lalu. Tahun depan saya harap bisa bertambah,” ujarnya
source/edit : kompas/iyuza
Dana revitalisasi itu merupakan dana bantuan sosial dari Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setiap desa adat menerima bansos Rp 430 juta hingga Rp 500 juta.
”Jumlahnya tidak banyak, tetapi cukup dan sesuai kebutuhan. Rumah adat di desa-desa itu tidak butuh renovasi menyeluruh. Jadi, sifatnya perbaikan dan pemeliharaan,” kata Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan
Dana bansos selanjutnya disalurkan kepada komunitas adat di desa bersangkutan. Di Bali, dana diberikan kepada Komunitas Desa Pekraman Sekaan (Kabupaten Bangli), Komunitas Desa Pekraman Bukian (Kabupaten Gianyar), dan Komunitas Desa Pekraman Banjarangkan (Kabupaten Klungkung).
Dua desa di Jabar meliputi Kampung Dukuh Ciroyom, Cikelet, Garut, dan Desa Panjalu, Kabupaten Ciamis. Penerima bansos dari NTT, antara lain, Komunitas Pelestari Kampung Adat Priangu Lewa Paku, Kabupaten Sumba Timur, dan Komunitas Kampung Adat Manola, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Kacung mengatakan, desa adat sebagai warisan budaya masih ada, hidup, dan aktif hingga kini. Kekayaan budaya Indonesia itu dilestarikan sebagai upaya mempertahankan identitas budaya dan membangun kesadaran keberagaman budaya.
Direktur Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Sri Hartini menerangkan, desa adat ditandai dengan sekelompok orang di wilayah tertentu yang memiliki sistem aktivitas ekonomi, seragam, dan ada keterikatan genealogis. Desa adat juga memiliki prinsip hidup dan pola interaksi berkelanjutan dalam aktivitas sehari-hari. ”Desa-desa adat ini banyak sekali dan hidup di Indonesia,” ujar Sri.
Kacung mendata desa dan rumah adat setiap tahun agar bansos tepat sasaran. ”Revitalisasi desa adat dilakukan sejak tahun lalu. Terdapat sembilan desa adat tahun lalu. Tahun depan saya harap bisa bertambah,” ujarnya
source/edit : kompas/iyuza