Bakal calon presiden Joko Widodo sore itu mendapatkan hadiah yang tidak biasa, segenggam lumpur panas dari perut bumi. Lumpur itu yang mengubah kehidupan ribuan warga Kecamatan Porong, Sidoarjo, delapan tahun terakhir.
Segenggam lumpur panas itu diberikan oleh warga korban lumpur khusus kepada Jokowi, Kamis (29/5/2014) sore kemarin, saat Jokowi berdiri di atas tanggul kolam lumpur, tepatnya di titik 21 bekas Desa Siring.
Selain berharap agar Jokowi saat terpilih nanti dapat menggenggam nasib korban lumpur, hadiah itu juga seakan "mengadu" kepada Jokowi bahwa lumpur panas itulah yang merusak sistem sosial dan masa depan warga Porong dan sekitarnya.
Atas aduan warga Porong melalui segenggam lumpur panas itu, capres yang diusung PDI-P, PKB, Partai Nasdem, Hanura, dan PKPI itu pun menyambutnya dengan menandatangani lima poin janji kontrak politik.
Salah satu poinnya bersedia menjamin nasib korban lumpur dengan memberi dana talangan dari APBN jika PT Lapindo Brantas selaku perusahaan yang bertanggung jawab belum sanggup memberikan ganti kerugian.
"Pemerintah harus ada di saat warganya merasa terancam oleh lumpur, sebagai representasi dari kedaulatan rakyat. Jika negara absen, ini artinya negara melupakan rakyatnya," kata Gubernur DKI Jakarta ini di hadapan ribuan warga korban lumpur Lapindo saat menghadiri puncak prosesi peringatan delapan tahun tragedi lumpur Lapindo.
Hingga delapan tahun lumpur Lapindo menyembur, pembayaran ganti kerugian terhadap warga di wilayah Peta Area Terdampak (PAT) belum dilunasi kepada 3.000 warga, dengan jumlah total nominal sekitar Rp 786 miliar. Sementara itu, perusahaan yang belum dibayar ialah sejumlah 25 perusahaan dengan nominal Rp 125 miliar.
Meski Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusannya telah menetapkan pemerintah untuk menjamin ganti kerugian bagi warga di PAT akhir Maret lalu, warga masih belum merasa tenang karena yang diinginkan mereka adalah ganti kerugian secepatnya.
Keputusan MK itu mengabulkan permohonan uji materi enam orang korban lumpur atas ketentuan hukum sebelumnya, yakni ganti kerugian di wilayah PAT menjadi tanggung jawab Lapindo dan di luar wilayah PAT menjadi tanggung jawab pemerintah.
Mereka merasa selama ini didiskriminasi karena ganti kerugian di luar wilayah PAT telah terselesaikan, sementara pelunasan ganti kerugian terhadap korban di wilayah PAT masih belum tuntas.
source : kompas
Pic : Imanuel Nicolas Manafe/Tribunnews.com |
Selain berharap agar Jokowi saat terpilih nanti dapat menggenggam nasib korban lumpur, hadiah itu juga seakan "mengadu" kepada Jokowi bahwa lumpur panas itulah yang merusak sistem sosial dan masa depan warga Porong dan sekitarnya.
Atas aduan warga Porong melalui segenggam lumpur panas itu, capres yang diusung PDI-P, PKB, Partai Nasdem, Hanura, dan PKPI itu pun menyambutnya dengan menandatangani lima poin janji kontrak politik.
Salah satu poinnya bersedia menjamin nasib korban lumpur dengan memberi dana talangan dari APBN jika PT Lapindo Brantas selaku perusahaan yang bertanggung jawab belum sanggup memberikan ganti kerugian.
"Pemerintah harus ada di saat warganya merasa terancam oleh lumpur, sebagai representasi dari kedaulatan rakyat. Jika negara absen, ini artinya negara melupakan rakyatnya," kata Gubernur DKI Jakarta ini di hadapan ribuan warga korban lumpur Lapindo saat menghadiri puncak prosesi peringatan delapan tahun tragedi lumpur Lapindo.
Hingga delapan tahun lumpur Lapindo menyembur, pembayaran ganti kerugian terhadap warga di wilayah Peta Area Terdampak (PAT) belum dilunasi kepada 3.000 warga, dengan jumlah total nominal sekitar Rp 786 miliar. Sementara itu, perusahaan yang belum dibayar ialah sejumlah 25 perusahaan dengan nominal Rp 125 miliar.
Meski Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusannya telah menetapkan pemerintah untuk menjamin ganti kerugian bagi warga di PAT akhir Maret lalu, warga masih belum merasa tenang karena yang diinginkan mereka adalah ganti kerugian secepatnya.
Keputusan MK itu mengabulkan permohonan uji materi enam orang korban lumpur atas ketentuan hukum sebelumnya, yakni ganti kerugian di wilayah PAT menjadi tanggung jawab Lapindo dan di luar wilayah PAT menjadi tanggung jawab pemerintah.
Mereka merasa selama ini didiskriminasi karena ganti kerugian di luar wilayah PAT telah terselesaikan, sementara pelunasan ganti kerugian terhadap korban di wilayah PAT masih belum tuntas.
source : kompas