TIGABUANA - BANYUWANGI - Jalan utama menuju Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat yang biasanya sepi, menjelang minggu malam di awal Februari 2014 mendadak ramai. Puluhan sepeda motor memenuhi sepanjang jalan utama yang dulu menjadi tempat pusat Kerajaan Blambangan, cikal bakal Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat memenuhi desa kecil yang berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Banyuwangi untuk mengikuti tradisi Gredoan.
Gredoan, menurut Budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan merupakan tradisi masyarakat Using untuk mencari jodoh terutama di wilayah Kecamatan Kabat dan Kecamatan Rogojampi . "Gredo ini artinya menggoda. Ini berlaku buat mereka yang gadis, perjaka, duda atau janda. Diadakan bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya sih pada malam hari sebelum paginya selamatan di masjid," jelasnya.
Hasnan menjelaskan malam sebelum pengajian para gadis membantu orang tuanya memasak di dapur. "Nah pada saat itu laki-laki yang mengincarnya berada di luar rumah. Dan sang laki-laki memasukkan lidi lewat dinding rumah yang masih terbuat dari gedhek (bambu). Kalau sang perempuan mengiyakan perkenalan tersebut, lidinya akan dipatahkan. Dan mereka akan saling merayu dan ngobrol berdua tapi dibatasi dengan gedhek karena memang tabu jika laki-laki dan perempuan berdua-dua tanpa ikatan. Biasanya sih laki-laki tersebut sudah mengincar perempuannya untuk dijadikan istri dan berakhir pada lamaran dan pernikahan," ungkapnya kepada Kompas.com, Minggu (2/2/2014).
Tradisi Gredoan di Desa Macan Putih sampat saat ini masih terus terjaga dan berlangsung sangat meriah. Ratusan warga baik dari Desa Macan Putih ataupun dari desa-desa lain beramai-ramai mengunjungi Desa Macan Putih. Belum lagi beberapa atraksi yang ditampilkan serta pawai keliling desa yang menampilkan beberapa hiburan seperti aktraksi tarian tongkat api, musik daerah hingga karnaval boneka yang dibuat oleh masyarakat Desa Macan Putih.
Menurut Syaifudin, tokoh masyarakat Macan Putih, kepada Kompas.com, tradisi Gredoan merupakan puncak perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh masyarakat Suku Using di desa setempat.
"Berbagai macam atraksi yang ditampilkan adalah gambaran keanekaragaman sifat manusia di dunia. Ada yang jahat ada pula yang baik. Terlihat dari beberapa boneka yang menggambarkan sifat-sifat manusia yang jahat. Semuanya dikembalikan pada tuntunan Nabi Muhammad SAW. Jadi memperingati kelahiran Nabi Muhammad sekaligus juga untuk mencari pasangan hidup," kata Syaifudin.
Fatmawati (73) bercerita jika ia mendapatkan suaminya di acara Gredoan. Sambil tertawa ia menceritakan kembali perkenalannya dengan Supaat, lelaki yang telah memberikannya 5 orang anak dan 7 cucu. "Kami sering ketemu pas ngaji di masjid tapi nggak berani kenalan apalagi ngobrol. Lalu pas malam gredoan tiba-tiba dia datang ke rumah saya. Di luar juga banyak remaja-remaja lainnya. Terus dimasukkan lidi di gedhek dapur sambil berbisik 'Fatma... iki isun Paat'' (Fatma ... ini saya Paat)," kata Fatma.
"Saat itu saya bahagia sekali. Lidinya saya patahkan dan ngobrol berdua tapi ya gitu dia di luar saya di dapur. Tidak sampai 3 bulan akhirnya kami menikah. Kalau sekarang sih beda tidak lagi seperti dulu. Sekarang mereka boleh ngbrol di ruang tamu, tapi orang tua harus mendampingi. Itu seperti cucu saya," tambah Fatma sambil menunjuk cucunya yang berusia 18 tahun.
Menurut Fatma, cucunya baru lulus SMA. "Saya nemenin dia kalau ada tamu seperti ini. Tamunya juga bekas teman sekolahnya. Kami percaya kenalan di malam Gredoan benar-benar akan menjadi pasangan di pernikahan," katanya.
Nah bagaimana dengan Anda? Bagi Anda yang ingin segera punya pendamping, Anda bisa berkunjung di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat, Banyuwangi setiap tahun sekali di bulan Maulid. Siapa tahu jodoh Anda ada di Banyuwangi.
edit/source/foto/ : iyuz/kompastravel
Tags:
budaya