Pernah dengar tentang tempat wisata Gunung Bunder, yang terletak di desa Gunung Bunder kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat? Ada empat jalur yang bisa digunakan untuk menuju kawasan wisata Gunung Bunder-Gunung Salak Endah.
Sesuai dengan namanya, Gunung Salak Endah, maka tempat wisata ini terletak di kaki Gunung Salak. Pertama adalah jalur Cemplang (Cibungbulang)-Pamijahan-Salak Endah, kemudian ada jalur Cikampak-Salak Endah, Cibatok-Salak Endah dan terakhir jalur
Tamansari-Gunung Bunder-Salak Endah. Umumnya jalur pertama lebih banyak dilalui, hal ini dikarenakan memiliki jarak dan waktu tempuh terpendek dari jalan raya Bogor-Leuwiliang. Selain itu, kondisi fisik jalan di jalur ini lebih bagus dan tidak berkelok-kelok.
Udara sejuk…. angin dingin menusuk tulang, berhembus menyisir diantara pepohonan. Mata dimanjakan oleh pemandangan pedesaan yang elok, jalan menanjak dan menurun, hamparan sawah dan terkadang ada curug kecil ditepi jalan, nun jauh disana terlihat kota Bogor.
Bagi yang menggunakan kendaraan umum dari Bogor (Terminal Barangsiang) naik angkot 03 jurusan Bubulak, kemudian disambung dengan angkot lagi ke jurusan Leuwiliang. Turun di pertigaan Cibatok atau Cibungbulang, lalu naik angkot lagi ke jurusan Gunung Picung hingga perhentian terakhir angkot.
Dari perhentian terakhir angkot tersebut perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki atau naik ojek ke pintu gerbang (pos jaga) Wana Wisata Gunung Salak Endah.
Di kawasan tersebut terdapat bumi perkemahan dan beberapa air terjun (curug) yaitu Curug Cihurang, Curug Ngumpet, Curug Cigamea, dan Curug Seribu. Ada beberapa curug terletak dekat dengan jalan raya sehingga mudah dijangkau, tetapi ada juga curug untuk pencapainnya membutuhkan waktu dan tenaga untuk sampai di curug tersebut yaitu Curug Seribu.
Curug Seribu. Berjarak lebih kurang 38 km dari kota Bogor hingga Pintu Gerbang Kawasan Wisata Gunung Salak Endah. Selanjutnya dari pintu gerbang ini berjarak lebih kurang 3 km hingga tiba di pintu masuk Curug Seribu.
Dari pintu masuk dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak sekitar 1 km menuju lokasi Curug Seribu. Kondisi jalan ke lokasi ini menurun, curam dan licin dengan waktu tempuh yang dibutuhkan sekitar 1 jam untuk mencapai ke lokasi Curug Seribu.
Curug Seribu sering didatangi oleh para wisatawan yang ingin menikmati keindahan air terjun dan suka pada tantangan. Debit air di Curug Seribu merupakan curug yang memiliki debit air paling besar dibandingkan curug lainnya di Gunung Bunder-Gunung Salak Endah.
Perjalanan naik turun selama 45 menit hanya dapat dilewati oleh pejalan kaki, jalan setapak beton lebar 60 cm membelah hutan Jangan keburu senang, ternyata jalan setapak ini pun tidak sampai curug yang dimaksud. Kelamaan, jalan setapak ini berubah menjadi jalan setapak berbatu. Nah inilah awal perjuangan pencari nikmat alam Curug Seribu.
Jalan menjadi terus menurun, susunan batu besar yang dijadikan tangga menjadi alat transportasinya. Batu-batu besar disusun tidak menggunakan kaidah pembuatan tangga yang ideal, tergantung ukuran batu yang ada, jadi bisa jadi ketinggian anak tangga batu ini sampai 50 cm. Belum sampai situ tantangan para wisatawan ini, batu-batu ini licin karena dibasahi oleh air yang keluar dari tebing di sisi kiri dan kadang tidak ada railing tangga di sisi kanan dan langsung jurang dalam.
Air keluar dari tebing, air jernih dasn dingin, menggoda untuk diminum, segar rasanya. Pengalaman minum air langsung dari dinding batu, sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Menuruni step by step anak tangga tinggi dan super licin, terkadang tanpa pegangan, diantara tebing dan jurang. Butuh kehatihatian, karena anak tangga batu ini tidak hanya arah lurus saja tapi membentuk tangga putar 45 derajat.
Kadang anak tangga dari tanah tidak selebar kaki kita, sudah anak tangga tinggi, lebar anak tangga terbatas, bentuk tangga arah melingkar, tanpa pengaman yang baik. Wow…bisa dibayangkan?
Pada saat saya datang ke Curug Seribu untuk mengawal mahasiswa, terdengar sayup sayup gamelan Bali.
Pada awalnya saya tidak perhatian, tapi saya merasa aneh, karena posisi saya terletak di tengah hutan yang berjurang jurang dan jauh dari pemukiman penduduk. Lagi pula siapa yang memainkan gamelan Bali di tanah Sunda? Seketika itu juga saya merasa aneh. Ternyata itu suara gaib yang sering didengar oleh wisatawan (baru belakangan saya mengetahui setelah browsing).
Perjalanan yang menakjubkan, menguras energi baik fisik dan mental. Kesabaran untuk melewati semua tantangan teruji disini, begitu juga dengan kerja team yang saling bantu juga perlu. Semua tantangan selama perjalanan hilang begitu melihat keindahan Curug Seribu.
Keindahan Curug Seribu menghipnotis wasatawan yang datang. Hasrat untuk berfoto mengabadikan keindahan curug ini, pasti tidak terbendung lagi. Apalagi bekunjung bersama teman dan kerabat, semakin romantis suasana.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup sulit dan lamanya perjalanan, rasanya tidak mau cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Bermain air di kolam bawah, masih diperbolehkan., tetapi tetap harus hati hati.
Tenaga terkuras, udara dingin, cipratan air terjun, enaknya jika ada teh atau kopi panas. Sayang di sini tidak ada yang bawa minuman hangat. Kesulitan pencapaian, sepertinya repot sekali bawa termos. Apalagi yang jual minuman hangat. Tanpa minuman hangat tapi tetap tidak mengurangi menikmati keindahan alam Curug Seribu.
edit / artikel dari : iyuza / ritalaksmitasari